Bondowoso, MITRAJATIM.COM - Aktivis Anti Korupsi Bondowoso, Johan Bina Birawa /(Johan OB). Menyimak pernyataan fakta persidangan kasus suap dan gratifikasi yang melibatkan beberapa saksi dari pengusaha kontraktor di pengadilan Tipikor surabaya atas tersangka mantan bupati Situbondo Karna Suswandi.
Dimana dalam pernyataan saksi H. Ruspandi dengan terang terangan menyampaikan di hadapan majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tentang adanya pemberian Fee proyek sebesar 10% kepada oknum PPK untuk mendapatkan pekerjaan proyek pemerintah pemkab Bondowoso.
Dan tentunya kasus ini harus mendapat Atensi pihak APH (Aparat Penegak Hukum) di kabupaten Bondowoso, laporan kasus yang saat ini sedang banyak di tangani oleh pihak kejaksaan negeri bondowoso terkait laporan masyarakat adanya dugaan tindak pidana korupsi dan kegiatan proyek dengan pelaksanaan kualitas buruk, perlu di telusuri benang merahnya mengingat anggaran baku proyek sudah sesuai dengan Rencana Anggara Belanja (RAB) yang telah di sepakati.
Tak hanya pelaksanaan proyek yang melalui tender LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik.) LPSE adalah sistem yang memfasilitasi pengadaan barang dan jasa secara elektronik di lingkungan pemerintah.
Ada banyak kegiatan proyek lainya pengadaan barang dan jasa, yang perlu di soroti dari kegiatan anggaran aspirasi Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten Bondowoso juga wajib menjadi atensi APH.
Johan OB mengkritik realisasi dana Pokok Pikiran (Pokir) anggota DPRD Kabupaten Bondowoso, menduga, dana pokir menjadi ajang penitipan proyek oknum tertentu dan juga berpotensi ada dugaan Fee proyek yang mungkin nilainya cukup fantastis.
"Pokir tak lebih dari penitipan proyek para anggota DPRD. Pembahasan anggaran antara anggota komisi DPRD dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sudah menjadi rahasia umum telah berujung pada usulan proyek tertentu dengan mengatasnamakan Pokir DPRD," kata Johan OB. Kamis (24/7/2025).
Bahkan menurut Johan OB, selaku aktivis yang menyoroti kebijakan pemerintah dan Korupsi, Pokir membuka ruang korupsi berupa suap dan gratifikasi. Ada dugaan pemungutan fee proyek hingga lebih dari 10 Persen lebih. Makanya ia meminta agar menghapus kebijakan dana pokok pikiran tersebut.
"Pertama, adanya indikasi pelaksanaan reses anggota DPRD Kabupaten Bondowoso tidak dilaksanakan dengan semestinya.
Kedua adanya indikasi nepotisme mengenai keterlibatan kepala daerah terkait dukungan politik. Kemudian ketiga, indikasi bahwa kepala daerah yang masih memberi ruang Pokir berupa proyek aspirasi yang dititip di SPKD," ungkapnya.
Johan OB mengetahui terkait adanya Pokir, karena itu memang di atur dalam UU MD3 dana pokir ini merupakan janji anggota DPRD ketika dilantik, janji ini ada karena turunannya UU MD3, kemudian UU MD3 ini turunannya adalah tatib, cara memperjuangkan konstituen adalah melalui reses yang diatur oleh tatib, dimana setiap anggota DPRD ini dapat melaksanakan reses hingga 3 kali setahun.
"Kekuatiran nya apakah reses DPRD Sudah tepat sasaran dan betul - betul bermanfaat untuk masyarakat dan pembangunan daerah. Justru adanya Pokir ini dari pantauan kami banyak dugaan indikasi yang hanya di jadikan Bancakan dan ke untungan pribadi oknum praktek jual beli proyek yang nilai Fee nya fantastis." Tutupnya.
Perlu di ketahui, Fee proyek adalah sejumlah uang atau hadiah yang diberikan oleh kontraktor kepada pihak penyelenggara proyek (biasanya pejabat atau pihak terkait) sebagai imbalan atas diterimanya proyek atau untuk memuluskan proses tender. Praktik ini seringkali dianggap sebagai bentuk korupsi atau gratifikasi ilegal karena dapat mengurangi kualitas pekerjaan dan merugikan negara. (Tim - MJ)
Terimakasih atas tanggapan dan komentar anda, kami team Redaksi akan menyaring komentar anda dalam waktu dekat guna kebijakan komonikasi untuk menghindari kata kata kurang pantas, sara, hoax, dan diskriminasi.
Dalam jangka waktu 1x24 jam segera kami balas
Kami tunggu saran dan kritikannya, salam !!!