Masih Adakah Pejabat Angkuh dan Merasa Superior di OPD?

Bondowoso, MITRAJATIM.COM - Dalam kehidupan sosial, jabatan sejatinya adalah amanah, bukan kemewahan atau kebanggaan. Akan tetapi, realitasnya sering menampilkan wajah yang sebaliknya: "ada pejabat yang terjebak dalam sifat angkuh", dirinya merasa paling benar dan paling pintar.

Padahal hakikat jabatan adalah amanah, yang seharusnya menjadi sarana pengabdian, justru berubah menjadi alat untuk menunjukkan superioritas, tidak mau membalas via telepon maupun whatsApp, sulit dikonfirmasi Inilah cermin rapuhnya hati dan jauhnya seorang pemimpin dari akhlak mulia.

Jika permasalahan ini terus terjadi dan tidak ada teguran ataupun pembinakan dari Pemimpinya, Bupati maupun Sekda, tentu dikemudian akan timbul persolan baru, yang akan ber imbas negatif kehilangan kredibilitas karena tim bisa menjadi apatis dan tidak kolaboratif akan muncul, imbas itu dari ulah seglintir Oknum OPD yang angkuh dan sombong. Hal itu tersurat didalam kitab suci Al-Qur'an.

Kata bijak; "Pintar menilai orang, "Tetapi bodoh menilai diri sendiri"- Kalau masih percaya pada pembisik, "Maka lebih berbahaya langkah kedepanya"                                                        

Manusia itu unik: Ada yang berbuat baik karena ketulusan, "Ada pula yang berpura-pura baik karena keperluan".

"Allah telah memperingatkan manusia agar tidak berlaku sombong dan angkuh dikala mengemban jabatan. Dalam Al-Qur’an disebutkan:

وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا
"Janganlah engkau berjalan di muka bumi ini dengan sombong" Sesungguhnya engkau sekali-kali tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu setinggi gunung." (QS. Al-Isrā’: 37)

Ayat tersebut memberi pesan mendalam: "Sehebat apa pun manusia, ia tetap terbatas". Kekuasaan, kedudukan, dan popularitas tidak bisa mengangkat dirinya setinggi gunung atau menguasai bumi. Maka, kesombongan seorang oknum pejabat hanyalah fatamorgana, tampak megah, padahal rapuh dan fana. Maka berhati hatilah dalam menempatkan jabatan.

Sering kali terjadi, pembisik bisa mempegarui segalanya, pada kenyataanya, bila terjadi sesuatu kesalahan dalam menjalankan tugas, mereka tidak akan turut bertanggung jawab.

"Lebih jauh, Al-Qur’an juga mengaitkan kesombongan rentan dengan kebinasaan. ini adalah simbol pemimpin yang angkuh dan songong, merasa dirinya paling tinggi:

فَاسْتَخَفَّ قَوْمَهُ فَأَطَاعُوهُ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ
“Maka (Fir‘aun) meremehkan kaumnya, lalu mereka mematuhinya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik.” (QS. Az-Zukhruf: 54)

Siapaun yang menyepelekan orang lain berakhir dengan kehinaan. ini menjadi cermin bahwa pejabat angkuh hanya akan membawa dirinya pada kenistaan.

"Seorang pemimpin ideal justru yang rendah hati, dekat dengan rakyat, mendengar keluh kesah, dan melayani dengan tulus, mau menerima siapapun, hidupnya sederhana, tutur katanya lembut, dan tidak membanggakan diri.

Mengapa ada pejabat yang terjebak dalam sifat sombong? Dorongannya berlapis, baik dari dalam diri maupun dari lingkungan sekitarnya.

Dorongan dari hawa nafsu, "Nafsu kekuasaan sering kali menjadi acuan menipu diri". Ia membuat seseorang merasa lebih tinggi dari orang lain. Al-Qur’an menyebut bahwa kesombongan itu berakar dari nafsu yang membutakan hati.

Diharapkan, pengankatan pejabat struktural betul betul selektif, tidak dipengaruhi pembisik, hal ini menjadi koreksi dan pertimbangan secara obyektif, agar penempatan pejabat sesuai dengan kapasisitas keahlian dan kompetensinya termasuk menegerial, sosio kulturalnya.

"Janganlah menuruti pembisik yang pada akhirnya bisa terusik, "Jangan iri pencapaian orang lain, jika kamu tak pernah melihat luka dibalik senyumnya."-                                                        

"Satu tangan yang menggenggamu disaat sulit, Lebih berarti daripada seribu tangan yang bertepuk ketika kamu berhasil.  

Oleh : Sumitro Hadi, SH.

Publiser : MITRAJATIM.COM